Kamis, 20 Januari 2011

Malas Makan Talas

Siapa yang tak kenal dengan Talas, tanaman umbi yang menjadi buah tangan kalau kita berwisata di daerah Jawa Barat. Hampir selalu setiap orang yang bepergian ke daerah tersebut pulangnya membawa tanaman yang enak dimakan dengan digoreng ataupun direbus.


Tetapi, sayang petani tanaman tersebut khususnya penjual buah tangan tersebut tidak memperhatikan mutu tanaman  tersebut. Hanya mengejar keuntungan belaka, sehingga dipastikan wisatawan yang membeli talas akan kapok untuk membeli kedua kalinya.


Bagaimana tidak? Umbi Talas yang enak dimakan itu  yang sudah cukup umurnya, tapi kenyataannya buah tersebut sudah diambil masih muda dan dijual kepada wisatawan. Kelak jika ini dilakukan terus menerus, maka buah tangan Talas hanya akan menjadi kenangan saja. Semoga ini tidak terjadi.

Senin, 17 Januari 2011

Mirip Pencuri

Suatu hari tertangkaplah satu pencuri kelas teri yang mengambil ayam milik tetangga kampungnya. Singkat cerita dibawalah pencuri itu ke pengadilan dan dihadapkan pada hakim. Hakim bertanya kepada pencuri tersebut  "Kamu pencuri ?" Pencuri itu menjawab "saya bukan pencuri, tetapi "Mirip Pencuri". Hakimpun naik pitam mendengar jawaban tersebut, diulangi lagi pertanyaan tersebut sampai beberapa kali. Tetap saja pencuri itu menjawab "Saya Mirip Pencuri". 


"Kenapa kamu bilang selalu mirip pencuri ?" tanya hakim lebih keras lagi. Pencuri itu menjawab  "Saya pengen mendapat keistimewaan-keistimewaan seperti pelaku kejahatan yang disebut mirip-mirip dengan yang lain, dan saya pengen jalan-jalan keluar juga kalo bener-bener masuk penjara seperti mirip-mirip yang lain. Ooh hakim mengangguk-anggukkan kepalanya semakin bingung dan membingungkan.

Rabu, 12 Januari 2011

Di Ujung Jalan Sepi

di ujung jalan sepi
angin membelaiku lembut
mengelus-elus wajah dan jiwa
perlahan melayang hingga ke langit

kuhirup rahmat-Mu
kuhirup ampunan-Mu
kuhirup kasih sayang-Mu

aku bahagia bersama-Mu

Senin, 10 Januari 2011

Miskomunikasi

Babe Mamat baru aja menyuruh Deden mantu barunya dari Garut untuk melihat genteng yang bocor, maklum masih musim hujan, ada aja genteng yang merosot dan bocor. Deden semangat-semangat aja naik ke atap rumah dan saking semangatnya tidak terasa matahari sudah terasa panas menimpa ubun-ubunya. Tapi, sebagai mantu baru dan mantu yang baik ia hanya menunggu isyarat dari bawah terutama dari mertuanya.

Mertuanya pun seperasaan dengan menantu barunya itu yang merasa hari sudah panas, dan ia hendak menyuruh menantunya turun beristirahat, maka dengan lemah lembut ia berkata setengah teriak kepada menantunya yang ada di atap rumah, "Den, turun dulu makan!",. Deden berkata dalam hati pucuk dicinta ulam tiba, lagi kepanasan dan kehausan ia langsung menyahut; "taraje". Mertuanya bangga juga punya mantu Deden, disuruh istirahat malah bilang "ntar aje"

Tunggu punya tunggu, Deden heran juga kok dari tadi nggak dikasih-kasih taraje padahal sudah disuruh turun. Sama juga dengan mertua, kasihan juga dan mengulangi deden untuk turun istirahat, dan dijawab dengan jawaban yang sama hingga tiga kali. Mantu dan mertua sama-sama bingung.

Minah istri Deden baru saja pulang dari pasar, dan ia heran melihat suaminya masih nongkrong di atap rumahnya, dan bertanya kepada babenya. "kok, Aa Deden nggak disuruh istirahat turun, be?. Babenya menjawab "Udah dari tadi, tapi jawabannya Ntar aje melulu". Ooh Minah baru sadar bahwa ada miskomunikasi antara mantu dan mertua. Mantu minta taraje (tangga) mertua taunya ntar aje (nanti saja).