Langit siang menjelang sore itu telah gelap benar, merata dari ujung ke ujung. Awan mendung begerak lambat seolah-olah hendak menumpahkan beban yang di kandungnya. Belum juga titik-titik air itu jatuh ke bumi, tapi mata anak-anak telah berbinar-binar.
Betul juga, sebentar kemudian tetes-tetes air itu jatuh ke atap-atap rumah, ranting-ranting pohon, daun-daun, dan rumput-rumput lapangan menghijau itu. seperti dikomando rupanya, anak-anak itu keluar dari rumah dengan riangnya. Lenggang atau sambil membawa mainan yang bisa dipakai di bawah guyuran hujan itu. Ada yang berlarian berkejar kejaran, bermain pelapah kelapa, bermain bola atau hanya menengadahkan muka ke langit dan tangan menjulur ke atas sekedar merasakan guyuran hujan itu membasahi tubuhnya.
Suka cita riang tak kepalang bocah-bocah di kampung itu sekitar dua puluh tahun lalu menikmati hujan. Masih bisakah kita menikmati hujan ?
mengingatkan saya waktu kecil dulu, suka hujan2 .... tp skrg udah ndak lg loh
BalasHapussampai sekarang sy masih hobi main hujan2 kak :D
BalasHapus@Indah P. @Reki : makasih dah berkunjung, bukan hanya maen hujan-hujanan, tetapi merasakan , meresapi, dan menikmati tetes-tetes hujan yang jatuh ke bumi. (rasakan aroma tetes hujan di tanah yang kering, baunya menyegarkan)
BalasHapusLebih seger mana baunya tanah sama PARFUM..? hayooo
BalasHapus@Indah P: makasih sering berkunjung, farfum udah biasa mbak, yang ini jarang-jarang mbak ...
BalasHapusiya kak, sama2, oh iya saya ada sedikit bingkisan untuk kakak, mohon diterima yah ^^
BalasHapusselamat kepada yang menerima award. di tunggu kunjungan baliknya!
BalasHapus@Alt-Amiend: makasih kawan, langsung ke TKP.
BalasHapus